long life education

Minggu, 22 Februari 2009

seputar homo

Homo : manusia, keluarga manusia, sejenis; sama
Homoesapati : satu aliran ilmu pengobatan
Homofan : pengaguman kepada yang sejenis
Homofon : kata yang sama pengucapannya namun berbeda ejaan dan maknanya
Homofoni : nada/ suara sama; suara ganda
Homogami : perkawinan antara derajat keturunan yang sepadan
Homogen : terdiri dari sejenis/ jenis yang sama; lawan dari heterogen
Homogenisasi : peyeragaman, penghomogenan; penyamarataan
Homograf : kata yang sama ejaannya tetapi berbeda pengucapan dan maknanya
Homografi : berhubungan dengan homograf
Homo homini lupus : manusia adalah serigala bagi manusia lainnya 
Homokasius : teori bahwa manusia secara naluriah adalah makhluk yang bersosial dan selalu ingin hidup berkelompok
yang sejenis
Homofon : kata yang sama pengucapannya namun berbeda ejaan dan maknanya
Homofoni : nada/ suara sama; suara ganda
Homogami : perkawinan antara derajat keturunan yang sepadan
Homogen : terdiri dari sejenis/ jenis yang sama; lawan dar heterogen
Homogenisasi : peyeragaman, penghomogenan; penyamarataan
Homograf : kata yang sama ejaannya tetapi berbeda pengucapan dan maknanya
Homografi : berhubungan dengan homograf
Homo homini lupus : manusia adalah serigala bagi manusia lainnya 
Homokasius : teori bahwa manusia secara naluriah adalah makhluk yang bersosial dan selalu ingin hidup berkelompok
Homolog : sama bentuk dan struktur jaringan jaringan antara dua jenis makhluk
Homologi : limu kekerabatan, ilmu yang membahas homolog
Homonim : (kata yang) sama ejaan&pengucapannya tetapi berbeda maknanya
Homoftera : serangga yang bersayap 2pasang &sejajar
Homorgan : bunyi yang sama daerah artikulasinya; bunyi ujaran yang dihasilkan oleh artikulator yang sama
Homo sapiens : manusia berpiir/ manusia bijaksana
Homoseks : dengan jenis kelamin sama; sama jenis kelamin
Homoseksual : orang yang cenderung mengutamakan orang sejenis sebagai mitra seksualnya; berhubungan dengan homoseks

homoseksualitas : merupakan sikap atau perilaku tindak homoseksual; keadaan perilaku hubungan seks yang janggal; persamaan jenis kelamin

homosfer  : lapisan atmosfer di bawah 100 km

homotalus : jenis talusnya sama

homozigot : suatu pasangan alela yang dihasilkan dari fertilisasi dua gamet yang mengandung gen-gen yang sama dan sifat-sifat tertentu


Sabtu, 21 Februari 2009

Katakan Cinta

percaya gak percaya

Kalau kita mendengar kata HANTU, kita secara refleks membayangkan sosok yang seram yang dapat membuat kita berdoa agar tidak akan dan takkan pernah dikasih lihat yang namanya hantu apaun namanya itu. Dalam sebuah tayangan sebuah TV swasta, tayangan tentang hantu sempat menyedot perhatian bahkan menghipnotis pangsa pasar. Terlepas dari nyata atau tidaknya tayangan tersebut entah itu rekayasa kamera atau bukan, disini akan kami sajikan macam2 atau jenis2 makhluk yang kadang terlihat kadang tidak yang kisahnya bisa menjadi bahan cerita sepanjang hari.

Tuyul, adalah salah satu mahluk gaib yang sering ditampilkan dalam cerita fiksi Indonesia. Dan dalam berbagai film atau gambar, tuyul digambarkan sebagai mahluk halus berwujud anak kecil dan kerdil, perawakannya gundul, dan ciri khas dari tuyul adalah mahluk ini suka mencuri.

Sundel bolong, digambarkan dengan wanita berambut panjang dan bergaun panjang warna putih dalam mitos hantu Indonesia. Sundel bolong ini diceritakan memiliki bentukan bolong dibagian punggung yang sedikit tertutup rambut panjangnya sehingga organ-organ tubuh bagian perut terlihat.

Dimitoskan hantu sundel bolong mati karena diperkosa dan melahirkan anaknya dari dalam kubur. Biasanya sundel bolong juga diceritakan suka mengambil bayi-bayi yang baru saja dilahirkan.

pocong, adalah jenis hantu yang berwujud pocong, atau di Malaysia hantu berjenis ini dikenal pula sebagai hantu bungkus karena tubuhnya tertutup atau dibungkus rapat kain putih.

Tetapi disini penggambaran pocong amat bervariasi, dimana ada yang mengatakan bahwa pocong memiliki wajah berwarnah hijau dengan mata yang kosong. Penggambaran lain menyatakan, pocong berwajah “rata” dan memiliki lubang mata berongga atau tertutup kapas dengan wajah putih pucat.

Mereka yang percaya akan adanya hantu ini beranggapan, pocong merupakan bentuk “protes” dari si mati yang terlupa dibuka ikatan kafannya sebelum kuburnya ditutup. Meskipun di film-film pocong sering digambarkan bergerak melompat-lompat, mitos tentang pocong malah menyatakan pocong bergerak melayang-layang.

Hal ini bisa dimaklumi, sebab di film-film pemeran pocong tidak bisa menggerakkan kakinya sehingga berjalannya harus melompat-lompat. Keadaan ini pula yang menimbulkan suatu pernyataan yang biasa dipakai untuk membedakan pocong asli dan pocong palsu di masyarakat. Kepercayaan akan adanya hantu pocong hanya berkembang di Indonesia, terutama di Jawa dan Sumatera.

genderuwo, adalah makhluk halus yang menyerupai kera tapi berbadan tinggi dan besar, makhluk ini suka tinggal di pepohonan, sepeti pohon beringin dan pohon-pohon besar lainnya karena wujudnya yang seperti kera raksasa

Wewe gombel, dikenal dalam tradisi Jawa yang artinya roh jahat atau hantu yang suka menculik anak-anak konon yang ditelantarkan dan diabaikan oleh orang tuanya, tapi wewe gombel disini biasanya hanya menakut-nakuti saja tapi tidak mencelakainya.

Disini wewe gombel akan memberi pelajaran pada orang tua si anak dengan cara menakutinya atas sikap dan perlakuannya kepada anaknya sampai mereka sadar, dan bila mereka telah sadar wewe gombel akan mengembalikan anaknya. Menurut cerita, Wewe Gombel adalah roh dari seorang wanita yang meninggal bunuh diri lantaran dikejar masyarakat karena telah membunuh suaminya.

Peristiwa itu terjadi setelah suami dari wanita itu berselingkuh dengan wanita lain. Sang suami melakukan hal itu karena istrinya tak bisa memberikan anak yang sangat diharapkannya. Akhirnya ia dijauhi dan dibenci suaminya lalu dikucilkan sampai menjadi gila dan gembel



Rabu, 18 Februari 2009

guruku yang cantik

Pada masa skul di SD dulu, aku kenal dengan seorang yang sangat cantik, lemah lembut, murah senyum dan selalu sabar dalam membimbing kami. Kami sangat enjoy setiap hari bertemu dengan beliau dan selalu semangat dalam menimba ilmu darinya. Ya.. dialah sosok guru kami pada saat kami duduk di kelas 3 SD di sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kota. Beliau kami anggap sebagai seorang yang istimewa. Karena keistimewaannya itu tidak jarang kami membandingkan dengan guru lain yang memang ada juga yang bertolak belakang dengan beliau terutama dari sikapnya dalam membimbing kami.

Tapi semua tidak ada yang abadi kecuali Tuhan. Pada suatu Sungguh tak ku duga....

Guru kami yang begitu lembutnya telah menghukum saya dan 2 orang teman. Pada saat itu memang kami juga mengakui semua kesalahan kami. Dan hukuman itu sampai sekarang masih tersimpan di benak saya. Apalagi setiap bertemu dengan beliau, tapi saya sendiri g mengungkitnya di depan beliau. Malu kaleee.....

Selasa, 17 Februari 2009

family educa

Oh ibu dan ayah selamat pagi...

ku pergi sekolah sampai kan nanti

selamat belajar nak penuh semangat

rajinlah selalu tentu kau dapat..

hormati gurumu sayangi teman

itulah tandanya kau murid budiman

sepotong lagu itu yang sudah saya dengar sejak usia SD, sampai sekarang masih sering terdengar dari mulut2 para generasi bangsa terutama yang berdomisili di daerah pedalaman. Bukan maksud untuk mendikotomikan antara desa dan kota, tapi secara umum anak2 di daerah perkotaan sudah jarang diberi bekal lagu2 yang mendidik, mereka lebih suka dengan lagu2 remaja mengikuti idola mereka yang mereka bisa memilihnya dalam berbagai acara televisi.

Kembali ke lagu, kalau diselami, deretan bait di atas bukan hanya sekedar lagu tapi menurut saya lebih menunjukkan perhatian orang tua kepada buah hatinya dalam rangka membimbing anak2 mereka menjadi seorang yang bisa membanggakan kedua orangtua.

secara singkat dalam lagu tersebut sudah menunjukkan adanya pendidikan dalam keluarga yang disini saya menggunakan istilah family educa. disini kami akan mencoba memberi gambaran tentang apa dan bagaimana pendidikan dalam keluarga itu.

Keluarga didefinisikan sebagai unit masyarakat terkecil yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Setiap komponen dalam keluarga memiliki peranan penting, dalam artian masing-masing mereka mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda walaupun nantinya mungkin ada yang tidak bisa menerima dengan alasan emansipasi dan semcamnya, namun disini dalam ruang lingkup yang terlepas dar jender. Secara umum dan sudah dikuatkan dengan pasal2 dalam UUD bahwa salah satu hak anak adalah memperoleh pendidikan dan penghidupan yang layak.

hal tersebut secara otomatis menjadi kewajiban bagi para orang tua untuk berusaha bagaimana mendidik anak2 mereka dan mencukupi kebutuhan mereka terutama kebutuhan primer selama anak2 mereka belum bisa mandiri.

Pendidikan dalam keluarga merupakan dasar dari serangkaian proses pendidikan yang akan diterima oleh anak. model ataupun metode pendidikan atau bimbingan orang tua akan sangat berpengaruh terhadap langkah seorang anak. 

Para ahli sependapat bahwa betapa pentingnya pendidikan keluarga ini. Mereka mengatakan bahwa apa-apa yang terjadi dalam pendidikan keluarga, membawa pengaruh terhadap lingkungan pendidikan selanjutnya, baik dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat. Tujuan dalam pendidikan keluarga atau rumah tangga ialah agar anak mampu berkembang secara maksimal yang meliputi seluruh aspek perkembangan yaitu jasmani, akal dan ruhani. Yang bertindak sebagai pendidik dalam rumah tangga ialah ayah dan ibu si anak. Ingatlah selalu kepada apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadistnya:


“Setiap anak dilahirkan atas dasar fitrah. Maka ibu-bapanyalah yang menasranikan atau meyahudikan atau memajusikannya. (H.R. Bukhari Muslim)

dari hadits di atas dapat disimpulkan betapa penting adanya bimbingan dan arahan dari para orang tua dalam mempersiapkan anak2 mereka menjadi insan yang tangguh dan mandiri lahir batin.

dalam hal ini ada beberapa point atau bagian yang menjadi asas atau dasar bagi para orang tua dalam mendidik buah hati mereka.

1. Pembinaan jiwa orang tua.

dalam hal ini orang tua hendaknya juga mempersiapkan diri mereka sendiri sebelum memberikan sesuatu yang sangat berguna bagi anak2 mereka. Persiapan itu antara lain dalam bentuk pengetahuan atau wawasan, mental ataupun sikap. sehingga orang tua  bisa menjadi panutan bagi para buah hati mereka. secara umum metode yang paling efektif dalam family educa adalah dengan metode suri tauladan dalam artian orang tua sebisa mungkin dapat menajdi contoh yang baik bagi para buah hati mereka.

2. Pembinaan tauhid kepada anak.

materi awal yang harus diberikan kepada anak adalah materi ketuhanan atau dalam Islam disebut dengan tauhid. Disini berarti ajaran tentang bagaimana anak itu mempunyai dasar yang kuat tentang agama mereka masing-masing. Dalam hal ini peran orang tua sangat berarti unutk membawa ajaran anak2 nantinya akan menjaid muslim yahudi atau nasrani. Dengan dasar agama yang kuat, bisa dipastikan anak tidak mudah goyah dengan segala sesuatu yang bisa merubah keyakinan mereka dan juga menjadi modal utama mereka dalam berinteraksi dengan masyarakat agar tidak mudah mengikuti budaya BUNGLON yang begitu mudahnya menyesuaikan diri dan taklid buta.

4. Pembinaan jiwa sosial anak

setelah kita memberi dasar dengan penguatan akidah, satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah pembinaan jiwa sosial anak yang dalam hal ini berarti orang tua juga mempunyai tugas untuk menghidupkan atau membimbing jiwa anak2 mereka dengan bekal pengalaman nyata atau dalam hal ini dengan nasehat nasehat bijak sebagai modal bagi anak dalam mereka memasuki dunia luar bertemu dengan orang banyak selain orangtua mereka. Dalam pembinaan ini kita berhak memberi kebebasan mereka dalam bergaul namun perlu terus dipantau agar mereka tidak salah jalan. 

semoga dengan 3 point tadi bisa menjadi bekal bagi para orang tua ataupun calon orangtua untuk menghadapi dan menyikapi perkembangan para buah hati meraka.

Bagaimanapun bimbingan dari orangtua sangat berarti bagi anak. Orangtua sendiri yang paling tau dengan kondisi anak baik jiwa ataupun raga. Sangat disayangkan apabila  orangtua terlalu percaya dengan orang lain dalam membimbing anak2 mereka. Mereka rela menjual kepercayaan mereka dengan nominal berapapun, namun di sisi lain masih banyak hal yang tidak bisa diatasi oleh orang lain. 



Sabtu, 14 Februari 2009

remaja educa

sebelum kita bergabung dengan dua kata yaitu pendidikan dan remaja, pertama kali kita harus tahu siapa sebenarnya remaja itu?

dalam suatu sumber dijelaskan Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.

dari pengertian di atas kita bisa siapa sebetulnya remaja itu dan bagaimana gambaran kejiwaannya? dari situ kita tahu bahwa masa remaja merupakan masa peralihan, masa dimana anak atau seseorang berusaha menemukan jati dirinya.

pada masa itulah, pergaulan seseorang sangat berpengaruh terhadap kehidupannya. untuk itu peran orang tua sangat diperlukan untuk mengarahkan mereka dalam segala hal, namun dengan tidak menafikan kondisi mereka. jangan anggap mereka menjadi seseorang yang sudah dewasa.

gampang-gampang susah unutk membuat mereka seperti yang kita harap, ingin menjadikan seorang remaja menjadi seorang yang dewasa. bagi sebagian besar orang tua, keluhan terbanyak terhadap anaknya adalah pada saat anak mereka berada pada saat masa ini. bagaimanapun, orang tua harus bersikap bijaksana dalam menyikapi setiap perubahan yang ada pada anak2 yang sedang mengalami indahnya masa remaja.

jika mereka sudah tidak menemukan kenyamanan lagi di rumah, maka meraka akan mencari seseorang yang membuat meraka merasa enjoy, ntah itu baik atau tidak.

sehubungan dengan hal tersebut di atas, disini akan kami hadirkan dengan lebih terinci tentang pentingnya pendidikan pada remaja yang dipadukan dengan metode yang tepat dalam menyikapi seorang remaja

1. Identitas diri. 

  Anak-anak pra-pubertas biasanya belum berpikir tentang identitas atau jati dirinya, karena mereka belum memiliki kemandirian, termasuk dalam persoalan identitas. Anak-anak mengidentifikasi dirinya dengan orang tuanya. Mungkin bisa dianggap bahwa identitas anak-anak pra-pubertas sama dengan identitas orang tuanya. Namun, ketika anak memasuki fase kedewasaan biologis (baligh/ puber), ia mulai merasakan adanya tuntutan untuk mandiri, termasuk dalam persoalan identitas. Apa yang sebelumnya belum terlintas di dalam pikiran, kini mulai menjadi hal yang serius. Pertanyaan seperti ”siapa saya sebenarnya?” dan ”apa tujuan hidup saya?” mulai menuntut jawaban-jawaban yang mandiri. 

  Pada titik ini, idealnya remaja sudah siap untuk menjadi mandiri dan dewasa. Seorang yang memiliki karakter dewasa tidak merasa bingung dengan identitas dirinya. Ia mengetahui dengan baik siapa dirinya dan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Identitas pada diri orang dewasa tadi menjadi kokoh seiring dengan terbentuknya nilai-nilai (values) serta prinsip-prinsip yang mendukung. 

  Dalam kaitannya dengan identitas, seseorang biasanya akan mengaitkan dirinya dengan salah satu dari hal berikut: agama atau ideologi, suku atau bangsa, serta profesi. Seorang santri misalnya, ia akan cenderung menyatakan ”Saya adalah seorang Muslim” saat ditanya tentang siapa dirinya. Adapun oang yang hidup dalam komunitas kesukuan yang kental akan lebih mengaitkan identitas dirinya dengan sukunya. Seseorang bisa saja memiliki lebih dari satu identitas pada saat yang bersamaan – misalnya sebagai Muslim, sebagai orang Jawa, dan sebagai pengusaha sekaligus – tetapi biasanya ada satu identitas yang lebih bersifat dominan dan menjadi identitas utama.

  Suatu identitas perlu dikokohkan oleh nilai-nilai (values) serta prinsip yang mendukungnya, sebab kalau tidak demikian, maka identitas tersebut hanya akan bersifat artifisial dan tidak konsisten. Sebagai contoh, misalnya seorang menyatakan bahwa identitas utamanya adalah Muslim, tetapi ia tidak memahami nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam serta banyak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agamanya. Oleh karena itu, membangun identitas diri pada anak harus dilakukan dengan membangun nilai-nilai serta prinsip-prinsip yang menopang tegaknya identitas tersebut.

  Anak-anak perlu dibangun identitasnya sejak kecil, baik di rumah maupun di sekolah, sehingga ketika mereka memasuki usia baligh, mereka sudah memiliki identitas diri yang kokoh dan tak lagi mudah terombang-ambing dalam hidup. Psikologi Islam tentu merekomendasikan agama Islam sebagai identitas utama bagi setiap orang. Dan karena itu, nilai-nilai serta prinsip-prinsip utama Islam perlu dirumuskan dan ditanamkan secara bertahap pada anak. Jika proses penenaman dan pewarisan nilai ini berjalan dengan baik, maka anak tidak akan lagi mengalami krisis identitas saat memasuki usia belasan tahun.

 

2. Tujuan dan Visi dalam Hidup

  Adanya tujuan dan visi dalam hidup juga sangat membantu terbentuknya identitas diri dan kedewasaan pada diri seseorang. Anak-anak pra-pubertas biasanya belum berpikir tentang tujuan dan visi hidup. Mereka masih bergantung pada tujuan dan rencana-rencana orang tuanya. Orang yang memiliki karakter dewasa mengetahui dengan baik apa-apa yang menjadi tujuan dan cita-citanya, walaupun tidak semua orang yang berusia dewasa dapat dipastikan memiliki ciri-ciri ini. Tujuan dan visi juga terkait erat dengan identitas diri. Jika seseorang menjadikan agama sebagai identitas, maka cita-cita hidupnya juga tentu akan merujuk pada nilai-nilai agama. Jika ia menjadikan profesi dan pekerjaan sebagai identitas, maka cita-cita hidupnya juga tentu merujuk pada profesi dan pekerjaannya. 

  Dalam konteks pendidikan kedewasaan remaja, idealnya seseorang telah diorientasikan untuk berpikir tentang tujuan dan cita-citanya sejak ia masih anak-anak dan belum memasuki masa puber. Bila tujuan hidup serta visi yang tinggi ditanamkan kepada anak secara terus menerus, maka pada saat anak sudah mulai harus mandiri, yaitu pada masa baligh, ia akan memiliki arah hidup yang jelas. Ia tak lagi merasa bingung dengan apa yang sesungguhnya menjadi keinginannya, sebagaimana yang seringkali dialami oleh remaja-remaja modern. 

  Pihak orang tua maupun guru di sekolah tidak boleh meremehkan cita-cita seorang anak yang sangat tinggi dan tampak mustahil. Mereka justru harus memandangnya secara positif dan mendorongnya, sambil mengarahkan anak pada langkah-langkah yang harus dipenuhi untuk mencapai cita-cita tadi – tentunya sesuai dengan kapasitas berpikir dan bertindak mereka. Dengan demikian, sejak awal anak-anak dan remaja akan disibukkan dengan tujuan dan cita-cita mereka, sehingga tak lagi memiliki banyak kesempatan untuk membuang-buang waktu mereka tanpa adanya tujuan yang jelas.

 

3. Pertimbangan dalam Memilih

  Al-Qur’an mengajarkan bahwa ada dua dasar pertimbangan dalam memilih, yaitu berdasarkan suka-tak suka atau berdasarkan baik-buruk. Al-Qur’an, serta akal sehat kita, mengajarkan bahwa pertimbangan baik-buruk lebih baik daripada pertimbangan berdasarkan suka-tak suka. ”Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia buruk bagimu. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah [2]: 216).

  Anak-anak cenderung memilih sesuatu berdasarkan pertimbangan suka-tak suka. Bila ia menyukai sesuatu, maka ia akan menginginkan dan berusaha untuk mendapatkannya. Bila ia tak menyukainya, maka ia akan berusaha menolaknya walaupun sesuatu itu mungkin baik untuknya. Orang yang memiliki karakter dewasa memilih dengan dasar pertimbangan yang berbeda. Mereka menimbang sesuatu berdasarkan baik buruknya. Walaupun ia cenderung pada sesuatu, ia akan mengindarinya sekiranya itu buruk bagi dirinya. Tentu saja ini merupakan sebuah gambaran yang ideal. Pada realitanya, banyak juga dijumpai orang-orang yang berusia dewasa tetapi melakukan hal-hal yang buruk hanya karena mereka menyukai hal-hal tersebut.

  Pendidikan yang baik seharusnya mampu mengarahkan anak setahap demi setahap untuk mengubah dasar pertimbangannya dari suka-tak suka menjadi baik-buruk. Dalam hal ini, komunikasi dengan anak memainkan peranan yang sangat vital. Kepada anak-anak perlu dijelaskan alasan baik-buruknya mengapa sesuatu tidak boleh dilakukan atau mengapa sesuatu harus dilakukan. Dengan demikian mereka memahami alasan baik-buruk di balik boleh atau tidaknya suatu pilihan. 

  Kepada mereka juga perlu dijelaskan konsekuensi dari pilihan-pilihan yang ada. Biarkan anak melihat pilihan yang mereka miliki, yang baik serta yang buruk, berikut resiko yang ada di baliknya. Ajak anak untuk menetapkan sendiri pilihannya, bukannya memaksakan pilihan-pilihan yang kita buat, dengan demikian ia akan menjadi lebih bertanggung jawab dengan pilihan-pilihan yang diambilnya itu. Semua proses ini akan membantu kematangan berpikir anak dan menjadikannya lebih bertanggung jawab. Setiap kali ia hendak menentukan pilihan, ia sudah terlatih dengan kebiasaan berpikir yang berorientasi pada pertimbangan baik-buruk. Dengan demikian, ketika ia menginjak usia belasan tahun, ia sudah bisa mengambil keputusan-keputusan yang positif secara mandiri. Ia tidak akan mudah terombang-ambing dengan ajakan-ajakan orang lain yang tidak menguntungkan bagi kepentingan jangka panjangnya dan juga tidak akan menentukan pilihan-pilihan secara asal dan tak bertanggung jawab. 

 

4. Tanggung Jawab

  Setiap orang melewati beberapa fase tanggung jawab dalam perjalanan hidupnya. Ketika masih anak-anak dan belum memiliki kemampuan untuk mengemban tanggung jawab, maka orang tuanyalah yang memikul tanggung jawab untuknya, sampai ia mampu memikulnya sendiri. Fase ini bisa disebut sebagai fase pra-tanggung jawab. Ketika anak beranjak dewasa, kemampuannya dalam memikul tanggung jawab juga meningkat. Pada saat itu, sebagian dari tanggung jawab, yaitu tanggung jawab yang sudah mulai bisa dipikulnya, bisa didelegasikan oleh orang tua kepada anak. Fase ini bisa disebut fase tanggung jawab parsial. 

  Ketika seseorang sudah hidup mandiri sepenuhnya, dalam arti ia sudah menikah dan bermatapencaharian, maka ia memasuki fase tanggung jawab penuh. Tanggung jawab sudah didelegasikan kepadanya secara penuh. Akhirnya, seseorang bisa memperluas tanggung jawabnya sesuai dengan kapasitas dirinya. Ia bisa menjadi pemimpin di lingkungan keluarga besarnya, di lingkungan masyarakatnya, bahkan di tingkat nasional atau internasional. Fase ini bisa disebut sebagai fase perluasan tanggung jawab (lihat Bagan 3). 

  Setiap orang tentu tidak melompat dari fase tanggung jawab yang satu ke fase berikutnya secara mendadak. Karenanya, sebelum memasuki fase yang lebih tinggi, ia perlu dipersiapkan dengan latihan-latihan tanggung jawab tertentu. Anak perlu ditumbuhkan kepekaan tanggung jawabnya (sense of responsibility), bukan dibebani secara terus menerus dengan bentuk-bentuk tanggung jawab (forms of responsibility). Sekiranya pada diri anak terbangun rasa memiliki tanggung jawab serta rasa bangga dalam mengemban tanggung jawab, maka ia akan lebih mudah menerima berbagai bentuk tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya.

  Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, anak perlu diberi latihan-latihan tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitasnya, serta diarahkan untuk merasa senang dengan pemenuhan tanggung jawab itu. Anak-anak yang tumbuh tanpa pembiasaan tanggung jawab semacam ini akan cenderung merasa berat dan memberontak pada saat ia harus menerima apa yang menjadi tanggung jawabnya. Ia memiliki kapasitas untuk mengemban tanggung jawab tertentu, tetapi malah bersikap tidak dewasa dengan membenci dan menolak tanggung jawab itu atas dirinya. Semua itu terjadi karena ia tidak pernah dididik dan dipersiapkan untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar. Maka dari itu, pendidikan remaja dalam konteks Psikologi Islam perlu membangun kedewasaan anak dengan cara menumbuhkan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) serta memberikan latihan-latihan tanggung jawab sejak dini.

  Agar anak tidak terbebani dengan proses percepatan kedewasaan psikologis dan sosial, bentuk-bentuk tanggung jawab yang telah diberikan secara berlebihan pada kebanyakan anak modern juga perlu dikurangi. Anak-anak perlu diberi kesempatan yang cukup untuk bermain secara sehat hingga ia berusia tujuh tahun. Dengan demikian, proses pertumbuhan mereka akan berlangsung dengan baik dan sehat, sehingga terjadinya gejolak yang berlebihan di masa remaja akan dapat dihindari.

 

 

Selasa, 10 Februari 2009

pendidikan dasar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata
dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan
mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk
memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak
yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.

Pendidikan Dasar berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan serta proses perbuatan pada level dasar.
Pendidikan dasar dibuat sebagai pondasi untuk melangkah ke
Pendidikan Menengah dan kemudian ke Pendidikan Tinggi.
Namun dalam kenyataanya apa yang dirumuskan tidak segaris lurus
dengan definisi-definisi di atas. Sangat banyak anak yang sudah
memiliki pendidikan dasar tetapi belum punya kemampuan untuk
melakukan pengubahan sikap dan tata laku